Bila anda mengamati orang-orang dan teman-teman di sekelilingmu,
maka akan terlihat bahwa Allah SWT telah menciptakan setiap manusia dalam
keadaan yang tidak sama antara yang satu dengan yang lain. Ada yang laki-laki
dan ada pula yang perempuan, ada yang tampan dan ada yang kurang tampan, ada
yang cantik dan ada pula yang kurang cantik. Ada yang berambut pirang, berambut
hitam, ada yang berambut lurus, dan ada pula yang keriting. Ada yang berkulit
putih, sawo matang, dan ada yang berkulit hitam. Ada sangat cerdas dan ada pula
orang yang idiot. Seseorang tidak pernah meminta dilahirkan untuk menjadi
bangsa Indonesia, bangsa Malaysia, Cina, Arab, Amerika, atau bangsa manapun.
Semua itu merupakan ketetapan penciptaan Allah SWT yang sering kita sebut dengan
takdir.
Bagaimana manusia
menyikapi takdir Allah SWT tersebut ? Untuk lebih memahaminya simaklah
pembahasan mengenai iman kepada Qadha dan Qadar berikut ini !
Beriman kepada qadha dan qadar merupakan rukun iman yang keenam. Qadha adalah ketentuan akan kepastian yang datangnya dari Allah SWT
terhadap segala sesuatu sejak zaman azali, yaitu sejak zaman sebelum sesuatu
itu terjadi. Segala sesuatu yang terjadi telah diketahui Allah SWT terlebih
dahulu karena Dialah yang merencanakan serta yang menentukannya. Seluruh
makhluk, baik malaikat, syetan, jin, maupun manusia tidak akan mengetahui
rencana-rencana Allah SWT tersebut.
Manusia punya rencana, tetapi Allah SWT yang
menentukan. Ungkapan ini merupakan salah satu bentuk cara memahami qadha dan
qadar Allah SWT. Manusia memang diberi kemampuan untuk berbuat dan berpikir, namun
kedudukan Allah SWT dan kekuasaan-Nya adalah di atas segala-galanya.
Ketentuan Allah SWT ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur tangan
siapapun dan dari manapun. Oleh karena itu manusia harus mau menerima
kenyataan. Kemampuan manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan berhasil atau gagal, ini
merupakan kekuasaan Allah SWT semata. Rasulullah saw bersabda :
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a katanya: baginda s.a.w bersabda: Allah
SWT mengutus Malaikat ke dalam rahim. Malaikat berkata: Wahai Tuhan! Ia masih
berupa air mani. Setelah beberapa waktu Malaikat berkata lagi: Wahai Tuhan! Ia
sudah berupa segumpal darah. Begitu juga setelah berlalu empat puluh hari
Malaikat berkata lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal daging. Apabila
Allah SwT membuat keputusan untuk menciptakannya menjadi manusia, maka Malaikat
berkata: Wahai Tuhan! Orang ini akan diciptakan lelaki atau perempuan? Celaka
atau bahagia? Bagaimana rezekinya? Serta bagaimana pula ajalnya? Segala-galanya
dicatat ketika masih di dalam kandungan ibunya”. (HR Bukhari dan
Muslim)
“Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (QS Ar Ro’du: 8)
Dari pengertian hadis dan ayat di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa qadha dan qadar atas diri manusia telah diputuskan oleh Allah
SWT sebelum manusia ada atau dilahirkan ke dunia ini. Dalam kehidupan
sehari-hari, istilah qadha dan qadar biasa disebut juga dengan takdir. Jadi,
beriman kepada qadha dan qadar dapat dikatakan pula dengan beriman kepada
takdir.
Hubungan antara Qadha dan Qadar
Telah diuraikan diatas
bahwa Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman
azali.Sedang Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi
hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam
surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai
berikut:
” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami
tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran
yang tertentu.”
Ayat ini menerangkan bahwa sumber segala
sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, semuanya ada dalam khazanahnya.
Hanya saja untuk menggali dan mencari segala sesuatu yang
diperlukan itu hendaklah disertai dengan kerja dan usaha yang keras;
mustahillah seseorang akan memperolehnya tanpa ada usaha mencarinya. Hal
ini adalah sesuai dengan Sunnatullah.
Menurut Sunnatullah bahwa orang yang akan diberi rezeki
ialah orang-orang yang berusaha dan bekerja. Sesuai dengan Sunnatullah,
maka agama Islam menganjurkan agar kaum Muslimin berusaha dengan
sekuat tenaga mencari segala sesuatu yang diperlukan di
dalam perbendaharaan Allah itu.
Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar dengan satu istilah,
yaitu Qadar atau takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang
tersebut mengatakan, ”sudah takdir”, maksudnya qadha dan qadar.
Tentang keimanan Rasulullah menjawab yang artinya:
Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada
qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata” Tuan
benar”. (H.R. Muslim)
Seorang laki-laki tersebut
adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang pada saat itu untuk memberikan
pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang selalu
dibenarkan oleh Malaekat Jibril itu berisi tentang rukun iman. Salah satunya dari rukun iman tersebut adalah iman kepada qadha dan
qadar. Dengan demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar adalah merupakan
pengakuan hati kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu
yang terjadi pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan adalah atas kehendak Allah.
Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya:
“ dan apa saja nikmat
yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh
kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”( QS. An-Nahl ayat 53).
” Tidak akan
masuk sorga orang yang didalam hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan.”(
HR. Muslim)
“ Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al- Qashas ayat
77)
Hikmah Beriman
kepada Qada dan qadar :
Dengan beriman
kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam
menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.
Hikmah tersebut antara lain:
Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila
mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu
merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah
maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar,
apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah
semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila
ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia
menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
Firman Allah SWT :
“ Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka
carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan
kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87).
Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi
pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung.
Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab
itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat
bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar
senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa
senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau
berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan
berusaha lagi.
“ Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah
hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku”.( QS. Al-Fajr ayat 27-30)
Kewajiban beriman
kepada dan qadar
” Siapa yang tidak
ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku
timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah merupakan iradah (kehendak) Allah. Oleh sebab itu takdir tidak
selalu sesuai dengan keinginan kita. Tatkala takdir atas diri kita sesuai
dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu merupakan
nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak
menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar
dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada hikmahyang
terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Maha Mengetahui atas apa yang diperbuatnya.
Demikian penjelasan dari saya semoga berguna,
Amin
Manusia punya rencana, tetapi Allah SWT yang menentukan. Ungkapan ini merupakan salah satu bentuk cara memahami qadha dan qadar Allah SWT. Manusia memang diberi kemampuan untuk berbuat dan berpikir, namun kedudukan Allah SWT dan kekuasaan-Nya adalah di atas segala-galanya.
Ketentuan Allah SWT ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur tangan siapapun dan dari manapun. Oleh karena itu manusia harus mau menerima kenyataan. Kemampuan manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan berhasil atau gagal, ini merupakan kekuasaan Allah SWT semata. Rasulullah saw bersabda :
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a katanya: baginda s.a.w bersabda: Allah SWT mengutus Malaikat ke dalam rahim. Malaikat berkata: Wahai Tuhan! Ia masih berupa air mani. Setelah beberapa waktu Malaikat berkata lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal darah. Begitu juga setelah berlalu empat puluh hari Malaikat berkata lagi: Wahai Tuhan! Ia sudah berupa segumpal daging. Apabila Allah SwT membuat keputusan untuk menciptakannya menjadi manusia, maka Malaikat berkata: Wahai Tuhan! Orang ini akan diciptakan lelaki atau perempuan? Celaka atau bahagia? Bagaimana rezekinya? Serta bagaimana pula ajalnya? Segala-galanya dicatat ketika masih di dalam kandungan ibunya”. (HR Bukhari dan Muslim)
“Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” (QS Ar Ro’du: 8)
Dari pengertian hadis dan ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa qadha dan qadar atas diri manusia telah diputuskan oleh Allah SWT sebelum manusia ada atau dilahirkan ke dunia ini. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah qadha dan qadar biasa disebut juga dengan takdir. Jadi, beriman kepada qadha dan qadar dapat dikatakan pula dengan beriman kepada takdir.
Hubungan antara Qadha dan Qadar
Telah diuraikan diatas bahwa Qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali.Sedang Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut:
” Dan tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”
Ayat ini menerangkan bahwa sumber segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, semuanya ada dalam khazanahnya. Hanya saja untuk menggali dan mencari segala sesuatu yang diperlukan itu hendaklah disertai dengan kerja dan usaha yang keras; mustahillah seseorang akan memperolehnya tanpa ada usaha mencarinya. Hal ini adalah sesuai dengan Sunnatullah.
Menurut Sunnatullah bahwa orang yang akan diberi rezeki ialah orang-orang yang berusaha dan bekerja. Sesuai dengan Sunnatullah, maka agama Islam menganjurkan agar kaum Muslimin berusaha dengan sekuat tenaga mencari segala sesuatu yang diperlukan di dalam perbendaharaan Allah itu.
Orang kadang-kadang menggunakan istilah qadha dan qadar dengan satu istilah, yaitu Qadar atau takdir. Jika ada orang terkena musibah, lalu orang tersebut mengatakan, ”sudah takdir”, maksudnya qadha dan qadar.
Tentang keimanan Rasulullah menjawab yang artinya:
Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata” Tuan benar”. (H.R. Muslim)
Seorang laki-laki tersebut adalah Malaekat Jibril yang sengaja datang pada saat itu untuk memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang selalu dibenarkan oleh Malaekat Jibril itu berisi tentang rukun iman. Salah satunya dari rukun iman tersebut adalah iman kepada qadha dan qadar. Dengan demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar adalah merupakan pengakuan hati kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan adalah atas kehendak Allah.
Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya:
Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Firman Allah SWT :
“ Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (QS.Yusuf ayat 87).
Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Menenangkan jiwa
“ Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam sorga-Ku”.( QS. Al-Fajr ayat 27-30)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar